Sobat Leite,
Kopi sudah bukan lagi
merupakan hal yang asing bagi manusia jaman ini. Mulai dari anak-anak hingga
orang tua, dari yang miskin hingga kaya, dari pemulung hingga presiden,
semuanya mengenal dan mungkin saja menjadi penggemar kopi. Secangkir kopi panas
kerap kali menjadi jamuan di pagi hingga malam hari. Nah, sebenarnya apa sih refleksi filosofis yang bisa diambil
dari secangkir kopi?
Sebelum memasuki
refleksi filosofis singkat dari kopi, kami mengajak Sobat Leite untuk melihat
sejenak sejarah kemunculan kopi di dunia hingga Indonesia. Menurut beberapa
catatan yang berhasil kami rangkum, tanaman kopi diperkirakan sudah mulai
dikenal pada sekitar 1000 SM. Wow,
sudah cukup lama ya, Sobat Leite? Namun demikian, menurut cerita yang belum
bisa dipastikan kebenarannya, kopi baru dikenal sebagai minuman yang
menyegarkan setelah seorang petani dari Ethiopia melihat hewan gembalaannya
yang bersemangat hingga tengah malam setelah memakan biji kopi. “Temuan” ini
kemudian, oleh penggembala Ethiopia tersebut, dilaporkan kepada sekelompok
biarawan yang hidup di sekitar tempat itu. Konon, kelompok biarawan ini
kemudian yang pertama kali mengolah biji kopi sehingga menjadi minuman kopi.
Sobat Leite,
Legenda kenikmatan kopi
ini kemudian menyebar dari tanah Ethiopia menuju ke daratan Arab. Para penduduk
Arab dikenal sebagai penduduk yang pertama kali mempopulerkan minuman kopi
karena di sana, pada saat itu, minuman beralkohol dilarang. Kopi selanjutnya
menyebar hingga ke Eropa dan berkembang di Eropa. Monopoli perdagangan Eropa
pada masa itu menyebabkan dominasi Arab atas produk kopi melemah. Akhirnya,
lewat invasi perdagangan yang dilakukan Eropa, kopi bisa sampai ke Asia hingga
Indonesia (pada saat itu disebut Hindia Belanda).
Nah, kita tinggalkan
sejenak sejarah kopi tersebut...
Sobat Leite, sebenarnya
apa sih arti dari secangkir kopi? Kopi
pertama-tama bukanlah soal cairan hitam-pahit yang biasa kita minum. Di dalam
secangkir kopi, tersirat makna kemajemukan manusia. Bayangkan, secangkir kopi
hitam dapat menyatukan manusia dari bermacam-macam lapisan dan golongan. Di hadapan
secangkir kopi, semua manusia sama. Kopi mampu mempersatukan kemajemukan
manusia.
Selain itu, Sobat
Leite,
Hidup manusia bisa
diibaratkan seperti secangkir kopi hitam. Di dalam cangkir tersebut, manusia
tidak hanya bisa melihat pahitnya kehidupan. Sebaliknya, manusia mampu
merasakan manisnya kehidupan di dalam setiap peristiwa-peristiwa pahit. Di beberapa
daerah di Indonesia, terutama di daerah Flores, ada masyarakat yang lebih
memilih minum kopi tanpa gula karena di dalam kopi tanpa gula tersebut
sebenarnya sudah terasa manisnya kopi. Ini hanyalah sebuah gambaran, Sobat
Leite, bahwa hidup tak akan pernah terlepas dari peristiwa pahit dan manis. Semua
tergantung bagaimana manusia memaknainya lagi.
Secangkir kopi juga
merupakan jembatan persaudaraan. Dua orang manusia yang tak saling kenal, di
sebuah warung kopi, dapat bercerita banyak hal ketika mereka meminum cangkir
kopinya masing-masing. Mereka membangun persaudaraan. Seorang bos perusahaan,
ketika meminum kopi bersama bawahannya di sebuah kafetaria, membangun sebuah
kepercayaan di antara mereka lewat dialog hangat yang terjadi. Para pemulung di
kolong-kolong jembatan bisa saling membagikan kegembiraan dan keletihan hidup
lewat secangkir kopi yang mereka minum.
Akhirnya, Sobat Leite,
Kopi adalah cerminan
hidup manusia. Mari ngopi bersama
Kopi Leite!